PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak
dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Kementerian PPA yang mendapatkan mandat negara terkait dengan pemngembangan dan perlindungan anak membuat kebijakan tindaklanjut dalam upaya pelaksanaan pemenuhan hak anak secara efektif. Negara wajib menyiapkan dunia yang lebih baik bagi masa depan warganya dan juga bagi kepentingan bersama umat manusia.
Perilaku yang tidak menghargai manusia dan lingkungan tempat tinggal bersama adalah pelanggaran mo ralitas yang berpegang kepada norma – norma hak asasi manusia. Momen penting yang menguatkan komitmen bersama untuk mewujudkan sebuah dunia yang layak bagi anak sebagai wujud terpenuhinya hak anak adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa.
Dokumen yang diberi judul “A World Fit for Children” itu menunjukkan upaya dunia untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap masalah masa depan bumi, kelangsungan kehidupan umat manusia dan lebih khusus lagi upaya untuk menyiapkan generasi masa depan yang lebih baik melalui anak – anak yang hidup pada masa sekarang ini dan pada masa -masa selanjutnya.
Indonesia berkomitmen pada pemenuhan hak anak seperti yang termuat dalam KHA, sebagaimana terumuskan pula dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar. Setelah melakukan persiapan dan menguatkan institusi, Indonesia memulai fondasi untuk mengembangkan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) sejak tahun 2006. Dalam perkembangannya, antusiasme terhadap pengembangan Kabupaten/ Kota Layak Anak terus berkembang dari tahun ke tahun.Semula hanya beberapa kabupaten/kota yang tergerak dan terlibat. Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha telah melakukan banyak upaya dalam rangka membangun anak Indonesia, namun situasi dan kondisi anak – anak hingga saat ini masih jauh dari harapan. Salah satu penyebab kondisi anak – anak Indonesia yang belum menggembirakan ini adalah belum terlaksananya pembangunan anak secara holistik, integratif, dan berkelanjutan. Selama ini pembangunan anak dilaksanakan secara parsial dan sektoral, sehingga masih banyak anak yang belum terpenuhi hak – haknya.
Tugas pemerintahan di bidang perlindungan anak berupa kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi terhadap anak diupay akan oleh Kementerian PPA sebagai urusan wajib pemerintahan daerah kabupaten dan kota. Dalam upaya untuk menjamin terpenuhinya hak anak diperlukan upaya yang sungguh – sungguh dari pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, dan untuk menjamin terfokusnya upaya itu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sejak tahun 2006 menginisiasi kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), yang dalam implementasinya pemerintahan kabupaten/kota memulai dari tingkat wilayah desa/kelurahan.
Landasan Hukum Pengembangan DLA
> Internasional World Fit For Children
> Konvensi Hak – hak Anak
> Millennium Development Goals (MDGs)
Nasional
> UU No 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa;
> UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
> UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
> PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kab/Kota
> Perpres No 7 Tahun 2005 tentang RPJMN
> Kepres No 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan KHA
> Permen PP No 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak;
> Permen PP No 02 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kab/Kota Layak Anak;
BAB II
PENGERTIAN DASAR DLA
Pengertian Hak Anak dalam Kerangka Konvensi Hak Anak Pengembangan Kebijakan DLA merujuk kepada Konvensi Hak Anak (KHA) yang berisi hak anak yang dikelompokkan ke dalam 5 (lima) klaster hak anak yang terdiri dari:
1. Hak Sipil dan Kebebasan
a. Hak atas identitas
Memastikan bahwa seluruh anak tercatat dan memiliki kutipan akta kelahirannya sesegera mungkin sebagai pemenuhan tanggung jawab negara atas nama dan kewarganegaraan anak (termasuk tanggal kelahiran dan silsilahnya); menjamin penyelenggaraan pembuatan akta kelahiran secara gratis; dan melakukan pendekatan layanan hingga tingkat desa/kelurahan.
b. Hak perlindungan identitas
Memastikan sistem untuk pencegahan berbagai tindak kejahatan terhadap anak, seperti perdagangan orang, adopsi ilegal, manipulasi usia, manipulasi nama, atau penggelapan asal – usul serta pemulihan identitas anak sesuai dengan keadaan sebenarnya sebelum terjadinya kejahatan terhadap anak tersebut, dan memberikan jaminan hak prioritas anak untuk dibesarkan oleh orang tuanya sendiri.
C. Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat
Jaminan atas hak anak untuk berpendapat dan penyediaan ruang bagi anak untuk dapat mengeluarkan pendapat atau berekspresi secara merdeka sesuai keinginannya.
d. Hak berpikir, berhati nurani, dan beragama
Jaminan bahwa anak diberikan ruang untuk menjalankan keyakinannya secara damai dan mengakui hak orang tua dalam memberikan pembinaan.
e. Hak berorganisasi dan berkumpul secara damai
Jaminan bahwa anak bisa berkumpul secara damai dan membentuk organisasi yang sesuai bagi mereka.
f. Hak atas perlindungan kehidupan pribadi
Jaminan bahwa seorang anak tidak diganggu kehidupan pribadinya, atau diekspos ke publik tanpa ijin dari anak tersebut atau yang akan mengganggu tumbuh kembangnya.
g. Hak akses informasi yang layak
Jaminan bahwa penyedia informasi mematuhi ketentuan tentang kriteria kelayakan informasi bagi anak; ketersediaan lembaga perijinan dan pengawasan; dan penyediaan fasilitas dan sarana dalam jumlahmemadai yang memungkinkan anak mengakses layanan informasi secara gratis.
h. Hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Terjamin bahwa setiap anak diperlakukan secara manusiawi tanpa adanya kekerasan sedikitpun, termasuk ketika anak berhadapan dengan hukum.
2. Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
a. Bimbingan dan tanggungjawab orang tua
Orang tua sebagai pengasuh utama anak, oleh karena itu harus dilakukan penguatan kapasitas orang tua untuk memenuhi tanggungjawabnya dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak, meliputi penyediaan fasilitas, informasi dan pelatihan yang memberikan bimbingan dan konsultasi bagi orang tua dalam pemenuhan hak – hak anak, contoh:
Bina Keluarga Balita (BKB).
b. Anak yang terpisah dari orang tua
Pada prinsipnya anak tidak boleh dipisahkan dari orang tua kecuali pemisahan tersebut untuk kepentingan terbaik bagi anak.
c. Reunifikasi
Pertemuan kembali anak dengan orang tua setelah terpisahkan, misalnya terpisahkan karena bencana alam, konflik bersenjata, atau orang tua berada di luar negeri.
d. Pemindahan anak secara ilegal
Memastikan bahwa anak tidak dipindahkan secara ilegal dari daerahnya ke luar daerah atau ke luar negeri, contoh: larangan TKI anak.
e. Dukungan kesejahteraan bagi anak
Memastikan anak tetap dalam kondisi sejahtera meskipun orang tuanya tidak mampu, contoh: apabila ada orang tua yang tidak mampu memberikan perawatan kepada anaknya secara baik maka menjadi kewajiban komunitas, desa/kelurahan dan pemerintah daerah untuk memenuhi kesejahteraan anak.
f. Anak yang terpaksa dipisahkan dari lingkungan keluarga
Memastikan anak – anak yang diasingkan dari lingkungan keluarga mereka mendapatkan pengasuhan alternatif atas tanggungan negara, contoh: anak yang kedua orangtuanya meninggal dunia, atau anak yang kedua orang tuanya menderita penyakit yang tidak memungkinkan memberikan pengasuhan kepada anak.
g. Pengangkatan/adopsi anak
Memastikan pengangkatan/adopsi anak dijalankan sesuai dengan peraturan, dipantau, dan dievaluasi tumbuh kembangnya agar kepentingan terbaik anak tetap terpenuhi.
h. Tinjauan penempatan secara berkala
Memastikan anak – anak yang berada di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) terpenuhi hak tumbuh kembangnya dan mendapatkan perlindungan.
i. Kekerasan dan penelantaran
Memastikan anak tidak mendapatkan perlakuan kejam, tidak
manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.
3. Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan
a. Anak penyandang disabilitas
Memastikan anak cacat mendapatkan akses layanan publik yang menjamin kesehatan dan kesejahteraannya.
b. Kesehatan dan layanan kesehatan
Memastikan setiap anak mendapatkan pelayanan ke sehatan yang komprehensif dan terintegrasi.
c. Jaminan sosial layanan dan fasilitasi kesehatan
Memastikan setiap anak mendapatkan akses jaminan sosial dan fasilitasi kesehatan, contoh: jamkesmas dan jamkesda.
d. Standar hidup
Memastikan anak mencapai standar tertinggi kehidupan dalam hal fisik, mental, spiritual, moral dan sosial, contoh: menurunkan kematian anak, mempertinggi usia harapan hidup, standar gizi, standar kesehatan, standar pendidikan, dan standar lingkungan.
4. Pendidikan, Pemanfaatan Waktu
Luang, dan Kegiatan Budaya
a. Pendidikan
Memastikan setiap anak mendapatkan akses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas tanpa diskriminasi, contoh: mendorong
sekolah inklusi; memperluas pendidikan kejuruan, nonformal dan
informal; mendorong terciptanya sekolah yang ramah anak dengan mengaplikasikan konsep disiplin tanpa kekerasan dan rute aman dan selamat ke dan dari sekolah.
b. Tujuan pendidikan
Memastikan bahwa lembaga pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan anak serta mempersiapkan anak untuk bertanggung jawab kepada kehidupan
yang toleran, saling menghormati, dan bekerjasama untuk kemajuan
dunia dalam semangat perdamaian.
c. Kegiatan liburan, dan kegiatan seni dan budaya
Memastikan bahwa anak memiliki waktu untuk beristirahat dan dapat memanfaatkan waktu luang untuk melakukan berbagai kegiatan seni dan budaya, contoh: penyediaan fasilitas bermain dan rekreasi serta sarana kreatifitas anak.
5. Perlindungan Khusus
a. Anak dalam situasi darurat
Anak yang mengalami situasi darurat karena kehilangan orang tua/pengasuh/tempat tinggal dan fasilitas pemenuhan kebutuhan dasar (sekolah, air bersih, bahan makanan, sandang, kesehatan dan sebagainya) yang perlu mendapatkan prioritas dalam pemenuhan dan perlindungan hak – hak dasarnya.
1) Pengungsi anak: memastikan bahwa setiap anak yang harus berpindah dari tempat asalnya ke tempat yang lain, harus mendapatkan jaminan pemenuhan hak tumbuh kembang dan perlindungan secara optimal.
2) Situasi konflik bersenjata: memastikan bahwa setiap anak yang berada di daerah konflik tidak direkrut atau dilibatkan dalam peranan apapun, contoh: menjadi tameng hidup, kurir, mata – mata, pembawa bekal, pekerja dapur, pelayan barak, penyandang senjata atau tentara anak.
b. Anak yang berhadapan dengan hukum
Memastikan bahwa anak – anak yang berhadapan dengan hukum mendapatkan perlindungan dan akses atas tumbuh kembangnya secara wajar, dan memastikan diterapkannya keadilan restoratif dan prioritas diversi bagi anak, sebagai bagian dari kerangka pemikiran bahwa pada dasarnya anak sebagai pelaku pun adalah korban dari sistem sosial yang lebih besar.
c. Anak dalam situasi eksploitasi.
Yang dimaksud dengan situasi eksploitasi adalah segala kondisi yang menyebabkan anak tersebut berada dalam keadaan terancam, tertekan, terdiskrim inasi dan terhambat aksesnya untuk bisa tumbuh kembang secara optimal.Praktek yang umum diketahui misalnya dijadikan pekerja seksual, joki narkotika, pekerja anak, pekerja rumah tangga, anak dalam lapangan pekerjaan terburuk bagi anak, perdagangan dan penculikan anak, atau pengambilan organ tubuh. Untuk itu, perlu memastikan adanya program pencegahan dan pengawasan agar anak – anak tidak berada dalam situasi eksploitasi dan memastikan bahwa pelakunya harus ditindak.Selain itu, anak – anak korban eksploitasi harus ditangani secara optimal mulai dari pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial hingga kepada pemulangan dan reintegrasi.
d. Anak yang masuk dalam kelompok minoritas dan terisolasi
Memastikan bahwa anak – anak dari kelompok minoritas dan terisolasi dijamin haknya untuk menikmati budaya, bahasa dan kepercayaannya.
Prinsip yang menyertai pelaksanaan 5 (lima) klaster hak anak tersebut adalah:
a. Non – Diskriminasi
Yaitu prinsip pemenuhan hak anak yang tidak membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi, kondisi fisik maupun psikis anak, atau faktor lainnya.
b. Kepentingan Terbaik bagi Anak
Yaitu menjadikan hal yang paling baik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap kebijakan, program, dan kegiatan.
c. Hak untuk Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan Anak
Yaitu menjamin hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak semaksimal mungkin.
d. Penghargaan terhadap Pandangan Anak
Yaitu mengakui dan memastikan bahwa setiap anak yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pendapatnya, diberikan kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas terhadap segala sesuatu hal yang mempengaruhi dirinya.